Bataknese Marriage.

In Frame : Anzelina Pandiangan dan Hemat Sihaloho with Bataknese Suit called Ulos. Foto ini diambil ketika acara Kampung Budaya III di Universitas Brawijaya Malang- Jawa Timur


Suku  batak terkenal dengan adat-istiadatnya yang sangat rumit, panjang, dan unik. Mulai dari rumah adat, makanan khas, budaya, kebiasaan, semboyan atau filosofis masyarakat, pakaian adat, tata cara upacara adat dan masih banyak lagi. Bagi kami, adat berada diposisi terpenting nomor dua, setelah agama. Adat sangat dijunjung tinggi keberadaannya karena bagi masyarakat Batak, adat menjadi pemersatu dari perbedaan pandangan dan kepercayaan yang beragam.

Semua perayaan baik peristiwa kematian, sebelum dan sesudah kelahiran, bahkan pernikahan memiliki tata caranya sendiri-sendiri berdasarkan adat. Salah satu yang paling menarik perhatianku selama ini adalah “Pernikahan”. Aku sering bertanya kepada kedua orangtuaku “Kenapa sih kalau acara pernikahan Batak itu lama banget?” atau “Ulosnya banyak. Itu buat siapa aja nanti?” Jujur aku belum bisa menemukan jawaban atas pertanyaan semacam itu, karena aku belum pernah mengikuti prosesnya, dan aku tentu saja.. belum menikah. Oke ini gak lucu. Skip.

Pernikahan pasangan Batak tidak dianggap sah dalam masyarakat apabila tidak mengikuti tata cara adat secara penuh (adat na gok), walau sebenarnya sudah melakukan pemberkatan dan sah menurut pandangan Gereja dan agama. Orangtuaku tergolong dalam orang yang aktif dalam adat (Paradaton). Sebisa mungkin mereka selalu menghadiri undangan pesta baik dari kerabat dekat maupun jauh. Dan kemarin, adalah pesta pernikahan kedua yang kuhadiri bersama dengan mereka. Memang benar, pesta pernikahan Batak itu selalu ramai dihadiri banyak orang (kerabat pengantin pria maupun wanita. Tulang ni par boru, tulang ni par anak, dongan tubu, hula-hula, namboru dan masih banyak lagi), musik gondang yang membuat suasana semakin … joss. Dan yang tidak lupa adalah makanan khas yang paling menggugah selera dan akhir-akhir ini menjadi hits karena sedang diperbincangkan keberadaannya oleh berbagai oknum pengamat, pembela dan peneliti. Sebut saja misalnya FPI.

Acara pernikahan itu biasanya akan dimulai pada pukul 7 pagi, yang dimulai dari pengantin pria yang menjemput mempelainya ke kediaman pengantin perempuan. Pesta pernikahan adat batak itu tidak hanya menikahkan seorang perempuan dan seorang laki-laki yang sudah memadu kasih untuk beberapa waktu, namun terlebih kepada pertemuan dua marga mempelai, dua marga ibu dari kedua mempelai, mencocockkannya, dan menjadikannya menjadi satu rumpun keluarga. Kebayang dong lamanya mempertemukan dua generasi dari dua keluarga yang berbeda.

Saat ini adat pernikahan Batak sudah lebih sederhana, dan lebih simple dibandingkan dengan zaman dulu. Dimulai dari Marhori-hori Dinding. Kegiatan ini sama dengan si Laki-laki yang sudah memutuskan untuk memilih Pasangannya menjadi Istri, sudah melamarnya dengan mengucapkan kalimat “Will you marry me?” *Seketika lagu  Marry Me – Bruno Mars dikumandangkan dari segala penjuru*. Acara ini hanya akan diikuti oleh keluarga inti saja. Ayah, Ibu dari kedua mempelai.  Sudah membicarakan Sinamot (Harga beli untuk si Pengantin Perempuan sebagai balas jasa, atau ucapan terimakasih kepada Orangtua si perempuan yang sudah melahirkan, merawat dan membesarkannya). Sinamot menjadi hal sangat unik untuk suku Batak sendiri. Selain Sinamot, dalam acara ini juga sudah bisa dibicarakan penentuan tanggal (Hari Baik) pesta pernikahan dan tempat keberadaan pesta tersebut diselenggarakan.

Kemudian tahap selanjutnya adalah Marhusip. Dalam bahasa Indonesia Marhusip memiliki arti “berbisik”. Dalam acara ini keluarga pria sudah melamar secara resmi, dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak dibandingkan dengan Marhori-hori Dinding. Acara ini akan disponsori oleh makanan pinahan lobu (bisa saja sapi atau kerbau tergantung dengan kondisi) yang disediakan oleh mempelai pria, dan dekke mas arsik (lauk ikan) dari mempelai perempuan.
Setelah melakukan acara Marhusip, tahap selanjutnya adalah Martumpol (Re : Martuppol). Setelah melakukan proses lamaran, maka akan dilansungkan pesta pertunangan di Gereja, sama seperti acara pertunangan pada umumnya, Martumpol juga akan melakukan pertukaran cincin (atau bisa juga pada saat pemberkatan, tergantung kedua mempelai). Acara ini juga memiliki arti untuk menanyakan kembali kepada kedua mempelai apakah keputusan mereka sudah “pasti” untuk melanjut ke jenjang pernikahan, apakah ada pihak yang tidak menyetujui pernikahan ini, atau masih adakah yang menjalin ikatan diluar kedua mempelai. Jika masih belum siap, atau ada yang belum setuju maka Pernikahan tersebut bisa ditunda untuk menunggu keputusan terbaik atau bahkan dibatalkan. Menjadi suatu kewaspadaan apabila doi (mantan) ada di acara Martumpolmu.
Setelah berjalannya proses pertunangan, maka akan diumumkan kapan tepatnya pesta pemberkatan (pamasu-masuon) akan dilaksanakan. Pengumuman tersebut dilakukan selama dua minggu berturut-urut di Gereja kedua mempelai. Apabila selama dua minggu tersebut tidak ada kendala dan halangan, maka pesta pernikahan akan segera diberlangsungkan.

Dan yang terakhir adalah Ulaon na Gok atau Pesta Pamasu-masuon. Pada acara ini Pengantin Pria akan menjemput Pengantin Perempuan ke kediamannya dan memberi Bunga Pegang. Melakukan pemberkatan di Gereja sebelum menuju tempat lokasi gelar Adat akan di selenggarakan. Biasanya akan dilakukan di gedung Adat (Gedung serba guna) atau bisa di depan kediaman mempelai (tergantung keputusan yang sudah didapat pada saat acara Marhori-hori dinding).
Selama berjalannya pesta, ada 1 orang yang akan memandu berjalannya acara tersebut. Biasanya akan disebut dengan istilah “panghata adat”. Orang ini akan mengalungkan sarung (kain sarung) di lehernya, sebagai simbolis bahwa dia yang akan memantau acara tersebut berjalan dengan lancar. Hal yang sangat unik pada saat ulaon na gok ini adalah pihak keluarga perempuan akan memberi hadiah berupa kasur, alat-alat rumah tangga, nasi atau makanan, untuk putri mereka yang baru saja dinikahkan. Sebagai symbol pemberangkatan untuk memulai keluarga baru. Tak luput juga dari acara mangulosi (memberi ulos). Karena bagi suku Batak ulos adalah sumber berkat, maka yang menerima ulos bukan hanya mempelai. Melainkan keluarga dari Pria juga akan menerima ulos. Sebelum memberi ulos, pihak parboru (keluarga perempuan) akan menari (manortor) sebagai symbol kebahagiaan dan ditutup dengan memberi wejangan atau nasehat. Tak heran maka pesta adat pernikahan batak ini akan berlangsung sangat lama, dan biasanya akan selesai ketika hari sudah mulai gelap.

Tahap dari pesta pernikahan tidak selesai sampai disitu saja. Tetapi akan dilanjutkan ke kediaman mempelai pria untuk mengenalkan istrinya ke keluarganya. Acara ini akan dimulai dengan memberi boras si pir ni tondi (beras yang akan diberi di atas kepala pasangan suami-istri, sebagai tanda sudah berlangsung dengan baik pesta hari tersebut) sambil menyebut kata Horas!!!. Kemudian aka nada acara makan malam bersama. Biasanya istri (mempelai perempuan) akan mengucapkan sepatah dua kata, ucapan terima kasih dan tanda kebahagiaan bahwa dirinya sudah disambut dengan baik, sebagai anggota keluarga baru.

Kurang lebih seperti itulah proses atau tahap pernikahan adat suku batak. Bila dihitung, pengeluaran atau budget tidaklah sedikit. Maka untuk itu lelaki batak pada umumnya diharuskan untuk bekerja keras, karena selain meringankan beban keluarga, untuk meminang perempuan juga akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pernikahan yang sakral dan kudus harus dijaga, bahwa yang menikah bukan hanya dia dan calon mempelainya, melaikan seluruh keluarga juga sudah dipersatukan.
.
.
.
.
Pesta pernikahan tersebut juga memberi keuntungan bagi beberapa pihak. Seperti teman/kerabat perempuan dari mempelai yang masih berstatus single, bisa saja mengalami lamaran dadakan dari namboru yang kebetulan mencari parumaen. Wkekeke.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer