Welcome November, surprise me.





Dari Saya, Untuk Panitia Kampung Budaya IV Universitas Brawijaya         

Saya tidak pernah se-exited dan setertarik ini akan sebuah event. Maka dari itu ijinkan saya untuk bercerita sedikit tentang hari ini. Dan sebagai pembukanya, saya ingin mengatakan bahwa siapapun yang bekerja dibalik adanya Seminar International Cultural Conference (ICC) dengan tema Spreading Your Cultural Wings yang diselenggarakan oleh panitia Kampung Budaya IV Universitas Brawijaya siang tadi (tertanggal 1 November 2016) baik Ketua Pelaksana, Sekretaris, Bendahara, tim kreatif, kordinator dan anggota tiap divisi, semua panita, sekali lagi saya garis bawahi SEMUA PANITIA, honestly I just want to say thankyouverymuch for today and for inviting us. You are awesome guys, you rock the day, dan kalian benar-benar berhasil untuk acara ini. 

Kenapa saya katakan berhasil ? Terlepas dari 4 pembicara luar biasa yang kalian undang, MC berbaju batik dengan kombinasi kain hitam yang dibawakan oleh Mas Zaky yang ganteng dan Mba Rini yang kelihatan sangat anggun dibalik kebayanya hari ini, 2 moderator kece yang memakai kemeja batik dan mengajarkan “tepuk ufo” yang membuat saya tertawa tiap melakukannya, tiket seminar gratis (apaa? Gratis? Hehehe) bagi saya karena mewakili salah satu forum daerah di Univeritas Brawijaya, juga berbagai hal menarik lainnya… topik yang kalian sajikan benar-benar membuka wawasan dan sangat bermanfaat bagi siapapun yang mengikuti seminar tadi. Atau yang lebih hits dikalangan anak gaul sekarang ini disebut dengan istilah “seminar goals” banget. Selama seminar tadi saya berharap acara ini cepat selesai agar saya bisa cepat-cepat pulang. Bukan karena bosan, bukan karena ngantuk, lapar atau sebagainya. Melainkan karena saya ingin segera menuliskan semua yang saya dapat hari ini. *drama

Di awal tadi saya sudah mengatakan bahwa saya tidak pernah tertarik mengikuti acara-acara seperti ini. Seminar, diskusi akbar, dan kawan-kawan sejenis acara ilmiah seperti ini lainnya. Selain karena memakan waktu yang lama (kurang lebih selama 6 jam, include the break time yes), dengan tidak mengurangi rasa hormat dan mohon maaf apabila ucapan saya ini terlalu berlebihan, terkadang pemateri yang mereka sajikan tidak memberi kepuasan bagi saya pribadi (ini pendapat pribadi loh ya gaes *wink*). Sangat salah apabila saya mengatakan bahwa capability dari si pemateri yang kurang, maka hipotesa saya adalah saya yang kurang mampu menyerap apa yang mereka coba paparkan, maka kerap sekali saya pulang dan menjemput konsumsinya saja *pengakuan yang memalukan namun jujur*. Maka tak heran apabila saya mengatakan bahwa ini merupakan seminar Internasional yang pertama kali saya ikuti. Bagi saya yang nilai TOEICnya hanya mampu mencapai hampir 600saja dengan kapasitas bahasa inggris pas-pasan awalnya cukup membuat takut, keringat dingin tetapi tidak sampai kejang-kejang mengetahui bahasa pengantar yang digunakan dalam acara ini adalah bahasa Inggris. But, praise the Lord, saya bisa mengetahui apa saja yang mereka bicarakan hingga berani menuliskannya didalam blog yang tidak memiliki pengunjung ini *curcol.. yaa sedih hiks

Empat narasumber yang kalian sajikan, semuanya benar-benar luar biasa. Dimulai dari talkshow antara Siti Zarithsyafiqah binti Ramlee as an International Student from Malaysia in Medical Faculty of Brawijaya University and Cyril Bernhard Durafour as an International Lecturer from France, yang membahas tentang perbedaan kebudayaan dari masyarakat di Eropa dan Malaysia (sesuai dengan asal mereka berdua) dengan Indonesia. Dimulai dari makanan hingga kebiasaan masyarakatnya. Mbak Siti yang menyukai lalapan dan bakso Malang, serta pak Cyril Bernhard penggemar Angsle yang sudah terbilang fasih dalam menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa Sunda. Tell us how they really love this country and so on with its culture.  Saya sempat berpikir bahwa hal-hal seperti ini bahkan tidak pernah muncul dalam pikiran saya. I mean ketika orang-orang berkata “do you love your culture?” I said “Ya I love my culture so much”. Tetapi hanya sebatas perkataan, tanpa perbuatan nyata yang benar-benar mencerminkan apa yang saya katakan. Saya selalu menganggap apa yang ada disekitar saya ini merupakan sesuatu yang biasa. Hingga lupa, bahwa banyak hal istimewa yang tertimbun dibagian hal yang saya anggap biasa saja ini. Ada satu pernyataan yang benar-benar menarik perhatian saya tadi. Yakni pernyataan yang dikatakan oleh Bapak Cyril Bernhard tentang “..kita tidak bisa menganggap bahwa hal-hal yang ada dalam Negara ini adalah buruk dan negara-negara besar selalu mencerminkan suatu kebaikan. Yang ada disini sudah baik, apa yang perlu kamu tiru dari Negara saya?” Pernyataan tersebut beliau katakan ketika menjawab pertanyaan dari seorang peserta seminar tentang kiat-kiat yang dilakukan untuk bisa menghasilkan kebudayaan yang baik seperti negara-negara di Eropa. Ini benar-benar membuat saya berpikir mengapa kita tidak bisa mencintai apa yang kita punya, tanpa pernah membandingkan dengan sesuatu hal lain, sehingga sering lupa dengan identitas kita sendiri yang bahkan dianggap istimewa oleh orang lain. Jadi ingat peribahasa yang mengatakan rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau, padahal tanah dan pupuknya sama wkekeke

Narasumber selanjutnya adalah DR.Hipolitus Kristoforus Kewuel, S.Ag, M.Hum seorang dosen Antropologi dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya. Orang timur, yang selalu bangga dengan kulit hitam dan rambutnya yang keriting. Narasumber yang memberi materi selama kurang lebih selama 1 jam tentang apa itu Budaya, dan latar belakang munculnya kebudayaan yang berbeda-beda. Materi yang sangat berhubungan dengan kejadian-kejadian yang sering muncul dewasa ini. Tentang SARA, perbedaan pandangan, yang memicu konflik diberbagai kalangan masyarkat. Beliau memulai sesi materi ini dengan memaparkan bahwa budaya itu  diawali dari ruang lingkup yang sangat kecil yakni individu/diri sendiri, kemudian masuk ke dalam skala yang lebih besar yaitu masyarakat hingga ruang lingkup yang lebih besar lagi, sebuah Negara. Pada dasarnya manusia itu tidak ada yang sama, ke unik-an dari setiap manusia ini justru yang membuat manusia menjadi makhluk hidup yang istimewa dari segala ciptaan.  Pendapat ahli mengatakan bahwa yang membedakan manusia dengan hewan adalah bahwa manusia berevolusi hingga memiliki akal yang mana hewan hanya sampai naluri, bahkan tumbuhan tidak sampai ke tahap itu. Keunikan dari setiap manusia justru menimbulkan pemikiran dan pandangan yang berbeda pula terhadap sesuatu. Mengapa kita harus mempermasalahkan perbedaan, sementara dari kodratnya kita semua sudah berbeda. “Berbeda tidak selamanya buruk. Perbedaan justru selalu menghasilkan sesuatu yang baru”, begitu kata beliau kala membahas isu SARA yang sedang marak-maraknya diperbincangkan khalayak luas. Sementara orang-orang dewasa ini kurang mampu menerima kemajemukan yang ada.  Saya jadi khawatir tentang Aksi 4 November nanti. Aksi yang didasari oleh oknum-oknum yang tidak mampu menerima perbedaan. Saya mengkhawatirkan keadaan seseorang yang sudah saya surati surat cinta sebanyak dua kali :’) lihat disini
 Dan bagaimana caranya untuk mengurangi intensitas terjadinya konflik-konflik seperti ini?” tanya seorang mahasiswi Psikologi pada saat sesi diskusi. Beliau menjawab dengan singkat dan tanpa muluk-muluk “Hargai perbedaan”. Jawaban yang membuat saya tenang, dan mampu berpikir lebih luas lagi. Untuk kedua kalinya saya berdecak kagum dan tidak menyesali kehadiran saya dalam seminar ini.

                Narasumber yang terakhir juga gak kalah gokil dari 3 narasumber yang mendahuluinya. Siapa lagi kalau bukan bapak Didik Nini Thowok. Seorang penari cross gender  dengan dua muka yang kemampuannya dalam dunia tari sudah tersohor sampai ke dunia Internasional. (Cross gender yang dimaksud adalah penari pria yang memerankan perempuan, begitu juga sebaliknya. Namun di Indonesia, pelopor dari jenis tari seperti ini masih sangat jarang ditemukan). Beberapa hari lalu, kalau tidak salah tanggal 10 Oktober saya melihat beliau turut andil dalam perayaan 3 tahun Galeri Indonesia Kaya yang dipelopori oleh 100 pekerja seni di Indonesia. Benar-benar mengispirasi ketika beliau menceritakan dari awal beliau mulai berkarir dibidangnya, ditengah tekanan dari masyarakat dan keluarganya sendiri yang tidak memberi dukungan. Sosok yang juga menginspirasi karena sudah melestarikan Budaya asli atau identitas dari Negara ini, dimana pengaruh modernisasi tengah merajalela di berbagai aspek kehidupan. Saya kagum ketika beliau mampu menghapal berbagai jenis tari yang peserta seminar coba tanyakan baik dari Sabang hingga Merauke. Dasar atau modal yang kuat banget to spread the culture wings itself kanya? :’) “Be good and be kreatif” statement penutup yang beliau ucapkan dengan senyum sumringah dengan sedikit lekukan bibir yang menjadi khasnya juga membuatnya terlihat lucu.

                Empat orang peduli, berbagi pengetahuan dan pengalamannya. Empat orang yang mengispirasi mengajak setiap orang untuk lebih menghargai dan mencintai kebudayaanya sendiri. Empat orang berpikiran maju dan lebih menghargai perbedaan.

Jika ada 1000 orang yang peduli terhadap makna keberagaman dari kebudayaan, pastikan kamu ada didalamnya. Jika ada 100 orang yang peduli terhadap makna keberagaman dari kebudayaan, pastikan juga bahwa kamu ada didalamnya. Jika ada 10 orang yang peduli terhadap makna keberagaman dari kebudayaan, pastikan kamu ada diantara mereka. Namun jika ada 1 orang yang peduli terhadap makna keberagaman dari kebudayaan, pastikan kamu adalah orangnya. Karena jika mereka tidak mampu berakar pada tradisi mereka sendiri, mereka tidak akan mampu menghargai kebudayaan orang lain,

Thankyousomuch panitia Kampung Budaya untuk hari ini, for inviting me, inviting us  untuk wawasan yang sangat membangun dan menjadi pembuka bulan November yang mengagumkan ini.

Salam
Muda, Karya dan Berbudaya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer