Never say I Love you

Seumur hidup aku baru melihat bapak menangis hanya 4 kali. Beliau memang tidak ekspresif dan cukup pendiam. Tidak aktif berbicara pada orang yang belum dikenal. Orang yang  belum mengenalnya akan menyebutnya sebagai Bapak yang galak. Tidak bagiku, karena aku sudah mengenalnya seumur hidupku.

Momen pertama aku melihatnya menangis adalah ketika kakakku yang pertama kecelakaan pada tahun 2009. Waktu itu aku masih kelas 2 SMP. Emosi yang meledak membuatnya menangis karena anak sulungnya nyaris meninggal karena kecelakaan besar. 

Yang kedua adalah ketika aku merantau untuk pertama kali di tahun 2011. Karena aku SMA di luar kota jadi aku harus merantau dan tinggal berpisah dengan kedua orangtuaku. Tidak jauh dari rumah, hanya 4 jam perjalanan. Tapi ketika mereka hendak pulang, dia memelukku dan menangis. Mungkin pada saat itu sulit baginya untuk melepas anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya merantau. 

Yang ketiga adalah ketika ibunya, nenekku (opung Boru) meninggal dunia di tahun 2018. Sebenarnya aku tidak melihatnya secara langsung. Hanya melalui video. Karena aku masih masa orientasi kerja di Malang pada saat itu,  tidak memungkinkan bagiku untuk mengikuti upacara pemakaman Opung Boru. Bapak sangat jarang menangis. Jadi ketika dia menangis, hal itu pastilah membuatnya sangat sedih dan terpukul. Berulang kali aku melihat video itu sampai sekarang, selalu saja membuat mataku berair. Seperti kesedihan yang dirasakannya bisa mengalir padaku.

Dan yang keempat adalah hari ini, tahun 2022.

Ketika kami mengantar mama ke ruang isolasi di Rumah Sakit karena mama terkonfirmasi positif untuk Covid-19. 

Sudah beberapa hari ini mama demam disertai batuk dan sesak. Mama memiliki riwayat penyakit asma turunan, dan hipertensi yang membuat kami cukup takut apabila dia terinfeksi virus ini. Puji Tuhan ketika dilakukan cek saturasi, rontgen paru dan ginjal. Semua masih dalam batas normal. Namun karena satu dan lain hal, komorbid yang dimiliki mama, mengharuskannya untuk isolasi di rumah sakit dan dalam pantauan dokter.

Pada saat kami mengantar mama sampai pada batas pengantaran yang diperbolehkan, bapak hanya berhenti di pintu dan tidak sanggup mengikutiku. Dia menunduk, matanya berair dan duduk diluar. Aku tau meski membelakangiku, sesekali dia menyeka air matanya dengan tangan kanannya yang masih memegang resep obat untuk mama. Kejadian ini benar-benar membuat hatiku hancur, dan pertahanan yang kubangun dari kemarin untuk tidak menangis, runtuh seketika. Aku tidak sanggup dan terduduk di pintu masuk sembari menyeka air mataku dengan tissue. 

Pada saat itu aku sadar aku tidak akan pernah siap kehilangan dua orang yang sangat kucintai ini.

Dear mom and dad. I never say “I love you”, but I know you can feel it. Kebiasaan ini cukup jarang kami lakukan. Kami lebih sering menunjukkan rasa sayang kami dengan perlakuan, bukan ucapan.

Tuhan, apapun yang membuat ibuku merasa kesakitan hari ini, tolong angkat penyakitnya melalui dokter perpanjangan tanganMu.

Aku sungguh tidak sanggup melihatnya kesakitan dan membuat bapak bersedih.

Jika bisa memilih, aku saja yang sakit, Tuhan.


Komentar

Postingan Populer