Man of the year.
Broken heart is a normal thing. Merasakan patah hati itu adalah hal yang wajar, dan pasti akan dirasakan semua orang. Perasaan "patah hati" atau kecewa seringkali akan muncul ketika apa yang kita harapkan/ekspektasikan tidak sesuai dengan kenyataan. Ada banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. Bisa karena pekerjaan, keuangan, asmara, lingkungan sosial, atau harapan yang terlalu tinggi. Namun yang perlu kita lakukan adalah bagaimana cara mengelola emosi yang baik dan selalu berpikir positif. Belajar bagaimana kejadian ini akan membuatmu semakin dewasa baik dari pola pikir ataupun tingkah laku. Karena patah hati yang berangsur sangat lama akan membuat kita menjadi tidak produktif, tidak mencintai diri sendiri, tidak ada semangat, dan gampang stress.
Aku pernah merasakan patah hati beberapa kali. Pernah sekali karena lelaki. Seperti usia anak belasan pada umumnya, menangis dan meratapi hidup. Seolah hidup akan berakhir dan tidak ada harapan lagi. Tapi karena life must going on, so do the boys. Because boys always be boys :D
Sebab merasakan patah hati adalah wajar, sebagai respon tubuh dalam menghadapi perpisahan.
Sebab merasakan patah hati adalah wajar, sebagai respon tubuh dalam menghadapi perpisahan.
Pernah patah hati karena nilai yang jelek, belum mampu membahagiakan orangtua, tidak menjadi teman yang baik, dan masih banyak lagi. Namun selagi kita membuka diri untuk sesuatu yang lebih baik dan bermanfaat, patah hati dan rasa sakitpun akan berangsur sembuh dengan sendirinya.
Bapakku, adalah seorang kader Partai Politik yang aktif sampai sekarang. Aku tidak tau sejak tahun berapa, yang kuingat ketika aku masih kelas 3 SD beliau sudah sangat sering pergi keluar kota meninggalkan kami, atau membuka sebuah rapat besar di rumah. Masa dimana sebuah Partai besar memasuki daerahku dulu, dan partai itu pula yang pernah mengusungnya sebagai anggota Legislatif di daerahku. Kala itu anggota Legislatif belum dipilih langsung oleh rakyat, melainkan calonnya diusung langsung dari kader Partai. Beliau adalah seorang yang sangat loyal, memiliki integritas dan jujur. Terlepas dari opini seorang anak kandung, beberapa orangpun mengatakan hal yang sama kepadaku. Sering sekali dikecewakan oleh orang-orang yang dipercayainya, namun rasa solidaritas yang dimiliki tidak pernah membuatnya menjadi benci. Entah hatinya terbuat dari apa.
Bapak adalah seorang yang pendiam dan sangat hemat dalam berbicara. Kamu pasti bingung, seorang politikus mestinya sangat pandai dalam membual. Tidak dengan dia. Dia hanya akan berbicara ketika hal tersebut penting untuk diutarakan dan diketahui banyak orang. Tidak pandai berbasa-basi, pun tidak pandai dalam menyimpan benci. Tidak ada dendam dalam kosakatanya. Terlalu baik kepada semua orang. Karena prinsipnya semua orang adalah baik, terlepas dari tujuan dan rencana mereka dalam hidupnya. Meski sempat tidak setuju dengannya, sekarang akupun menyadari maksud dari perkataannya. Dia memang baik, tapi setiap manusia tidak akan luput dari kesalahan dan dosa. Dia memang loyal, namun tak punya uang. Politikus tidak bisa bisa hidup hanya dengan integritas saja. Uang memiliki peran hampir setengah dari bagiannya. Ya, setidaknya di Negri ini.
Bapak adalah seorang yang pendiam dan sangat hemat dalam berbicara. Kamu pasti bingung, seorang politikus mestinya sangat pandai dalam membual. Tidak dengan dia. Dia hanya akan berbicara ketika hal tersebut penting untuk diutarakan dan diketahui banyak orang. Tidak pandai berbasa-basi, pun tidak pandai dalam menyimpan benci. Tidak ada dendam dalam kosakatanya. Terlalu baik kepada semua orang. Karena prinsipnya semua orang adalah baik, terlepas dari tujuan dan rencana mereka dalam hidupnya. Meski sempat tidak setuju dengannya, sekarang akupun menyadari maksud dari perkataannya. Dia memang baik, tapi setiap manusia tidak akan luput dari kesalahan dan dosa. Dia memang loyal, namun tak punya uang. Politikus tidak bisa bisa hidup hanya dengan integritas saja. Uang memiliki peran hampir setengah dari bagiannya. Ya, setidaknya di Negri ini.
Menjadi anggota aktif Partai, dan menjadi bagian dari Pemerintah, Bapak membuatku sedikit paham tentang fenomena dan seluk-beluk dunia politik di daerahku. Walau kelihatannya sedikit kotor dan gelap, beliau selalu mengingatkan bahwa pasti ada kebaikan dari setiap kejadian. Sekecil apapun itu. Ajaran itu pula yang membuatku menerima dengan baik setiap kekalahan dan integritas tidak akan pernah bisa dibeli dengan uang. Walau sampai sekarang dan entah sampai kapan, masih banyak kepala yang bisa dibeli dengan uang. Apalagi didaerahku. Jangan ditanyalah. Bila dihadapkan pada kondisi yang mendesak dan 'mendukung' harga satu kepala untuk setiap pemilu, bisa saja membiayai kehidupanku dengan 'cukup baik' selama satu bulan di Malang. *mikir keras*
Aku pernah bercerita kepadanya tentang patah hati terberatku dulu. Tentang seseorang yang berulangtahun hari ini. Tentang betapa sedihnya aku ketika Basuki Thajaja Purnama kalah di Pilgub DKI tahun lalu. Katanya, "Tidak apa-apa. Jakarta memang belum siap menerima beliau sebagai pemimpinnya". Bagiku kata "tidak apa-apa", sangat tidak cukup untuk menyembuhkan perasaanku pada saat itu. Namun aku sadar, sekeras apapun aku mencoba untuk memikirkan semuanya, toh tidak akan mengubah apa-apa. Kataku, "aku patah hati". Kata Bapak, "tidak boleh!". Sebab semua orang adalah baik, dan Ahok bukan satu-satunya orang baik yang bisa memimpin Jakarta.
Kemudian, harapan baru muncul. Ketika tahu Djarot Saiful Hidayat, wagub BTP ketika menjabat dulu, menjadi calon Gubernur di provinsi yang Gubernurnya sudah hattrick langganan rutan KPK. Sebut saja, SUMUT. Provinsi yang amat kucinta. Bapak membujukku untuk pulang dan ikut memilih dalam pemilihan gubernur tahun ini, namun aku dan kekeras-kepalaku sangat sulit untuk terbujuk. Yang kupikirkan adalah tiket yang kemahalan, waktu yang terbuang, dan kembali lagi ke tiket yang kemahalan. Semester tua dan seperti pengangguran ini membuatku sangat berpikir dalam mengeluarkan uang. Apalagi bukan uang sendiri, tetapi uang orangtua.
Jadilah aku hanya menyumbangkan doa untuk kemenangan yang sangat kudambakan. Namun seperti yang tertulis dalam alkitab, "Ora et Labora" yang berarti "bekerja sambil berdoa". Bekerja saja tidak cukup, pun berdoa saja tidak cukup. Semua harus dilaksanakan dengan bersamaan dan seimbang.
Mengetahui kekalahan versi quick count menjadi patah hati terberatku yang ke dua. Tidak tahu sejak kapan, hasil dari pilkada menjadi sangat penting bagiku. Seperti selalu meninggalkan harapan pada siapapun yang mampu memberi perubahan baik. Kemarin tidak sengaja melihat kembali video masyarakat Jakarta yang menyanyikan lagu "Rayuan Pulau Kelapa" sesaat setelah keluarnya keputusan sidang pak Ahok. Menangis lagi oleh sebab hal yang sama. Namun perkataan Bapak terngiang lagi dikepalaku, perihal kebaikan dibalik sebuah kejadian. Mungkin Djarot Saiful Hidayat bukan satu-satunya orang baik yang mampu memimpin Sumatera Utara.
Meski sedih dan kecewa, namun harapan untuk kebaikan tidak boleh hilang.
Selamat ulangtahun untuk Basuki Thajaja Purnama. Semoga berkat dan perlindungan Tuhan selalu mengiringi langkahmu. Kebaikanmu tidak akan pernah hilang dari ingatan siapapun yang mengenangmu.
Terimakasih Pak Djarot, maaf karena belum bisa berkontribusi. Meski patah hati karena tidak sempat menduduki satu provinsi yang sama, tetapi Bapak mengajarkan kami untuk tetap berharap terhadap perubahan baik. Thank God 97% masyarakat samosir memberikan hak suaranya kepadamu pak, meski sedang dirundung duka mereka menyempatkan waktunya dan satu-satunya kabupaten yang mencapai 96% suara kepada Jokowi pada pilpres 2014 lalu. Lihat betapa sayangnya mereka kepadamu, pertanda bahwa mereka masih mengapresiasi orang baik.
Sehat, dan berjayalah selalu. Jangan lelah berbuat baik.
Aku pernah bercerita kepadanya tentang patah hati terberatku dulu. Tentang seseorang yang berulangtahun hari ini. Tentang betapa sedihnya aku ketika Basuki Thajaja Purnama kalah di Pilgub DKI tahun lalu. Katanya, "Tidak apa-apa. Jakarta memang belum siap menerima beliau sebagai pemimpinnya". Bagiku kata "tidak apa-apa", sangat tidak cukup untuk menyembuhkan perasaanku pada saat itu. Namun aku sadar, sekeras apapun aku mencoba untuk memikirkan semuanya, toh tidak akan mengubah apa-apa. Kataku, "aku patah hati". Kata Bapak, "tidak boleh!". Sebab semua orang adalah baik, dan Ahok bukan satu-satunya orang baik yang bisa memimpin Jakarta.
Kemudian, harapan baru muncul. Ketika tahu Djarot Saiful Hidayat, wagub BTP ketika menjabat dulu, menjadi calon Gubernur di provinsi yang Gubernurnya sudah hattrick langganan rutan KPK. Sebut saja, SUMUT. Provinsi yang amat kucinta. Bapak membujukku untuk pulang dan ikut memilih dalam pemilihan gubernur tahun ini, namun aku dan kekeras-kepalaku sangat sulit untuk terbujuk. Yang kupikirkan adalah tiket yang kemahalan, waktu yang terbuang, dan kembali lagi ke tiket yang kemahalan. Semester tua dan seperti pengangguran ini membuatku sangat berpikir dalam mengeluarkan uang. Apalagi bukan uang sendiri, tetapi uang orangtua.
Jadilah aku hanya menyumbangkan doa untuk kemenangan yang sangat kudambakan. Namun seperti yang tertulis dalam alkitab, "Ora et Labora" yang berarti "bekerja sambil berdoa". Bekerja saja tidak cukup, pun berdoa saja tidak cukup. Semua harus dilaksanakan dengan bersamaan dan seimbang.
Mengetahui kekalahan versi quick count menjadi patah hati terberatku yang ke dua. Tidak tahu sejak kapan, hasil dari pilkada menjadi sangat penting bagiku. Seperti selalu meninggalkan harapan pada siapapun yang mampu memberi perubahan baik. Kemarin tidak sengaja melihat kembali video masyarakat Jakarta yang menyanyikan lagu "Rayuan Pulau Kelapa" sesaat setelah keluarnya keputusan sidang pak Ahok. Menangis lagi oleh sebab hal yang sama. Namun perkataan Bapak terngiang lagi dikepalaku, perihal kebaikan dibalik sebuah kejadian. Mungkin Djarot Saiful Hidayat bukan satu-satunya orang baik yang mampu memimpin Sumatera Utara.
Meski sedih dan kecewa, namun harapan untuk kebaikan tidak boleh hilang.
Selamat ulangtahun untuk Basuki Thajaja Purnama. Semoga berkat dan perlindungan Tuhan selalu mengiringi langkahmu. Kebaikanmu tidak akan pernah hilang dari ingatan siapapun yang mengenangmu.
Terimakasih Pak Djarot, maaf karena belum bisa berkontribusi. Meski patah hati karena tidak sempat menduduki satu provinsi yang sama, tetapi Bapak mengajarkan kami untuk tetap berharap terhadap perubahan baik. Thank God 97% masyarakat samosir memberikan hak suaranya kepadamu pak, meski sedang dirundung duka mereka menyempatkan waktunya dan satu-satunya kabupaten yang mencapai 96% suara kepada Jokowi pada pilpres 2014 lalu. Lihat betapa sayangnya mereka kepadamu, pertanda bahwa mereka masih mengapresiasi orang baik.
Sehat, dan berjayalah selalu. Jangan lelah berbuat baik.
And for today, I declare you both as "The man of the year"
The man who torn my heart to pieces. But still, I love them the most.
<3
BalasHapus