Menerima dan Diterima





Been thinking about too much people this week. Teman, kerabat, keluarga, bahkan beberapa orang yang belum aku kenal sebelumnya. Dan itu berhasil membuatku (kembali) menjadi suka menyendiri akhir-akhir ini. Beberapa orang tidak tertarik, atau tidak mengerti dengan apa yang kumaksud. Itu yang membuatku suka memikirkannya sendiri, kemudian menuliskannya. Entah esensinya apa. Yasudah, diabaikan saja.

Aku merasa kalau aku lebih banyak melakukan hal-hal yang tidak terlalu penting selama ini. Seperti mendengarkan lagu Fourtwnty menggunakan headset sepanjang jalan pulang dari kampus, dengan mode repeat one song. Ke gramedia berjam-jam, baca buku yang sampulnya udah kebuka. Berdiri berjam-jam, sampai lutut lemas dan sakit kalau di tekuk. Dan ini. Mencemaskan banyak hal.

Aku tergolong kedalam jenis manusia yang sangat gampang mencemaskan sesuatu. Sangat mencemaskan. Aku tidak tau sejak kapan, dan bagaimana ini bisa terjadi. It comes naturally. I guess. Tetapi aku berharap, ini bisa hilang. Karena semakin lama, kebiasaan ini semakin menguras pikiran dan tenagaku. Aku tidak mudah untuk menceritakannya begitu saja kepada orang lain. Aku tidak mudah percaya kepada orang. Karena menyimpannya sendiri, kerap sekali hal-hal itu membuatku merasa sedih. Terkadang sampai menangis sangkin terlalu cemasnya. Dan kebanyakan, itu adalah hal yang tidak terlalu penting, menurut orang-orang.  Tentu bagiku tidak. Itu penting.

Pikiranku terlalu mudah untuk diisi oleh kemungkinan-kemungkinan terburuk dan hal negatif. Menjadi sangat-sangat kecewa, dan sedih. Marah, tapi tidak tau mau memarahi siapa. Things will not always work, like we want. And then cry a lot.

Tapi itu dulu. Sebelum aku bisa mengontrol diri dan pikiranku sendiri. Walau sekarangpun masih bisa lostcontrol. Aku belajar untuk mengerjakan banyak hal, untuk membagi pikiran dan supaya lupa. Berpikir positif dan mencoba bercerita pada teman. Padahal, ketika pekerjaan itu selesai semua akan kembali lagi. Sendiri lagi, ingat lagi, sedih lagi. Sedih boleh. Khawatir boleh. Tapi hidup terus berlanjut.

Aku berpikir kalau sebenarnya, kita memang tidak bisa memaksa atau bahkan membuat orang lain, pekerjaan, atau sesuatu apapun menjadi “seperti yang kita mau”. Semua sudah ada jalan, dan nasibnya masing-masing. Kita hanya perlu melakukannya sesuai dengan aturan dan jalan yang baik. Yang bisa kita lakukan adalah menerima, sebagaimana adanya. Menganggap itu sebagai sesuatu yang baik, kemudian akan terbiasa. Tentang bagaimana dia, dan bagaimana kamu, itu adalah urusan sendiri-sendiri. Selama sesuatu itu masih baik-baik saja, then.. there is nothing to worry about.

Pikiran yang positif, adalah kunci hidup yang bahagia. Tentang bagaimana kamu bisa menerima, dan bagaimana kamu bisa diterima.

Komentar

Postingan Populer