Being in relationship, or not?


Aku punya seorang teman yang beberapa hari lalu dia amat sering mempermasalahkan tentang mengapa bisa seseorang menghabiskan waktunya dengan percuma untuk “berpacaran”, sementara seorang anak itu seharusnya masih punya banyak mimpi ataupun prioritas utama yang perlu untuk dicapai. Kira-kira perkataannya adalah begini :
“Aku bingung deh sama anak muda jaman sekarang. Anak muda perbanyak prestasi selagi muda kek, jangan membuang waktu untuk hal-hal yang akan menjadi penghalang cita-cita. Disaat banyak pemuda diluar sana yang berlomba-lomba untuk mencari pengalaman di ranah Internasional mereka malah sibuk update di social media mempublikasikan kegalauan dan hal-hal yang secara tidak langsung akan mempermalukan dirinya sendiri” and ……. She said,bla bla blaa. Masih banyak lagi. Yang hanya kurespon dengan “yaa.. okee” sambil makan indomie goreng.
Oke, I’m not the good one to talk about this thing anyway. I’m in a relationship too, jadi mungkin pendapatku ini menurut kamu akan sedikit lebih berpihak. But trust me, aku berusaha senetral mungkin untuk menuliskannya.
Setelah mendengar pernyataan dari temanku tadi aku jadi sering memikirkannya. I mean, come on. Is she really mean it? Aku mengulang kembali kalimatnya dan menariknya kedalam diriku sendiri. Apakah aku benar-benar membuang waktuku untuk sesuatu yang percuma selama ini atau.. atau.. sebaliknya ya?
Berbicara tentang “anak muda”, “mimpi dan cita-cita”, aku memang sangat setuju dengan apa yang dikatakan temanku. I mean to reach  the goals. Karena Bang Rhoma Irama juga mengatakan demikian. “Masa muda, masa berapi-api”. Yang artinya, masa ini adalah satu periode dalam kehidupan, yang kamu gunakan untuk benar-benar bermipi sebesar-besarnya dan berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkannya. Jadi bila kamu sedang menduduki usia yang sama denganku, yakni 17 tahun kesamping eheheh. Usia produktif maksudnya, bermimpi, berusaha, belajar, berprestasi dan bahagialah sebanyak-banyaknya. You just live once.
Kembali kepada pernyataan yang mengatakan bahwa “mengapa membuang waktu secara percuma?”. Secara gak langsung, pernyataannya ini memiliki arti bahwa being in relationship is not good anymore. Sementara, hei dude. Tidak ada yang percuma di dunia ini. Kalau pada bagian ini aku sebenarnya tidak setuju. Kenapa? Aku selalu percaya bahwa ada dua kemungkinan yang mempengaruhi setiap keputusan, pilihan, kejadian, pola pikir, atau bahkan takdir yang terjadi di dunia ini. Selalu ada dua kemungkinan yang menjadi faktor pertimbangannya. Dan semua berpusat pada “baik” dan “buruk” sebagai dampak dari sebuah keputusan. Walau sebenarnya kebaikan dan keburukan itu tidak ada. Semua hanya tergantung dari sudutpandang seseorang melihatnya. Pun, baik dan buruk itu tidak ada. Karena pasti selalu ada hal yang patut disyukuri bahkan pada hal yang menurutmu paling buruk sekalipun.
Being in relationship is not always bad. Jika dijalankan atau dilakukan pada proporsi dan takarannya yang benar. Berpacaran tidak akan menghalangi cita-citamu jika kamu menjalankannya tidak lebih banyak bila dibandingkan dengan apa peran yang sedang kamu lakoni sekarang. Sebut saja kamu adalah seorang mahasiswa, dan tidak lepas dari seorang anak yang masih dibawah tanggungan orang tua. Sah-sah saja kalau kamu memang mau berpacaran. Toh menyukai lawan jenis adalah pengaruh reaksi hormonal dan terjadi secara alami. Tetapi anggap saja hal-hal semacam itu adalah pekerjaan sampingan, dimana tanggung jawab utamamu adalah menyelesaikan sekolah, berprestasi sebanyak-banyaknya, dan banggain orangtua. So its your choice now. Sekarang semua tergantung sama keputusanmu sendiri dalam hidupmu. Membuatnya bermanfaat atau tidak?

“Omong kosong, kalau diputusin pacar galau deh. Rasanya kiamat. Terus gakmau kuliah. Terus gimana mau survive dengan kondisi emosional yang gak baik gini?”
Its okay to feel not okay, because life. Adalah wajar untuk merasa tidak baik akan keadaan, karena memang seperti itulah hidup. Dan itu bagus. Kebahagiaan dan kesedihan dalam hidup tidak akan pernah seimbang, bila ditimbang. Namun hidup menuntut kita untuk seperti itu. Memang benar patah hati, marah, kesal kadang akan membuat mood atau suasana hati kita akan berubah menjadi tidak baik. Kadang pengennya leyeh-leyeh aja di kamar, terus nangis sejadi-jadinya. That is not bad, either. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam mengeskpresikan perasaanya. Asal, ingat untuk bangkit lagi. Boleh sedih, boleh galau. Tapi jangan lama-lama. Live goes on. Ingat, selalu ada hal yang patut untuk disyukuri dari sebuah kejadian. Bila menurutmu tidak baik, tinggalkan.  Lakukan hal yang membuatmu senang untuk bangkit dari keadaan. Membaca, menulis, bernyanyi, atau.. makan indomie-telur juga bisa.
 Beberapa orang (tidak semua), but mostly memang kurang bisa memilah mana yang menjadi prioritas dan mana yang tidak. Semua hanya tergantung bagaimana orang tersebut mengelola dan merencanakan hidupnya. Lantas kita tidak bisa langsung mengeneralisasikan bahwa “being in relationship” hanya akan membuang waktu secara percuma. Kembali lagi kepada apa peran dan tanggung jawabmu sekarang.
.
.
.
.
And this statement will ended this story.
Setelah melalui berbagai proses tukar pikiran temanku kembali menanyakan satu hal lagi.
Oke sebut sajaa dia memang sudah bisa menyeimbangkan hidupnya. Yang paling aku gagal paham adalah mengapa anak muda sekarang sangat suka galau di sosial media? Lama-lama aku risih deh”
Lalu aku menghabiskan indomieku dan berjalan ke kasir meninggalkan temanku. 
kamu kenapa pergi?” tanyanya kemudian. 
Tatapan itu kujawab dengan “Kalau kamu gak mau lihat, di block atau di unfoll aja. Kamu terlalu banyak mengomentari hidup orang lain”.


Komentar

Postingan Populer