Life Choices



29 November 2017, Kota Malang yang sedang dilanda hujan.

Malang lagi sering hujan nih, jadinya gak bisa kemana-mana. Mau ngelakuin apapun bawaanya malas. Malas kerja dan malas mikir untuk ngelanjutin proposal penelitian skripsi. Enggak tau mau ngapain suasananya jadi gabut terus. Daripada tidur dan asik makan tiada henti, akhirnya aku memutuskan untuk menulis sesuatu. Sesuatu yang tidak membutuhkan jurnal atau mengerutkan dahi karena berpikir keras. Minimal hari ini tidak berlalu dengan sia-sia. Maklum, ternyata jadi mahasiswa basi yang sudah tua itu rasanya agak sedikit tidak menyenangkan.
Jadi disini aku ingin menuliskan opiniku mengenai sesuatu yang sedang sering diperbincangkan di sosial media. Mungkin teman-teman semua juga sudah pada tau dan memiliki opini tersendiri mengenai ‘berita’ ini. Disini aku benar-benar bersifat sangat netral, tidak berpihak pada siapapun. Tidak mencoba bergabung untuk kubu tertentu, juga tidak ingin mencari musuh atau berbagai jenis istilah lainnya. Peace, love and gawlll dong hehehe
Beberapa waktu lalu dunia “per-sosial-media-an” sempat gaduh dan sedang gencar-gencarnya membahas seorang public figure yang memutuskan untuk merubah penampilan. “si X” ini merubah penampilannya dengan cara melepas kerudung/hijab yang dia gunakan. Yang mana hal seperti ini bila dilihat dari sudut pandang agama, menjadi tidak baik, mengingat sebelumnya dia sudah memutuskan untuk menggunakannya. Berhubung 80% masyarakat Indonesia adalah manusia biasa yang sangat peka terhadap perubahan dan peduli terhadap sesama, maka muncullah banyak sekali komentar terhadap tindakan si X tadi. Banyak yang memberi simpati atau menyayangkan keputusan beliau,  tetapi tidak sedikit juga yang mencibir dan menghujat. 
Lelah dengan isi timeline yang selalu membahas hal itu-itu saja, jadinya akupun ingin menyuarakan sedikit pendapatku. Tidak penting memang, hanya saja aku ingin sekali menuliskannya. You can skip it if you don’t mind.
Sebenarnya hal seperti ini sudah tidak jarang lagi terjadi, di Indonesia. Mengingat negara ini memiliki keberagaman baik dari suku, budaya, Bahasa maupun agama, potensi untuk menjadi terpecah karena perbedaan memang akan sangat mungkin terjadi. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk menjadi lebih  kuat dan bersatu dalam keberagaman. 😊
Dalam sebuah situs berita yang kubaca, alasan dari si X ini untuk melepaskan kerudung/hijab yang dia gunakan adalah karena keputusannya yang memilih untuk berpindah keyakinan. I don’t know if it is true or not. But I just read it a few days ago. Aku rasa ini menjadi cobaan hidup terberat baginya, mengingat dia adalah seorang public figure, kejadian ini akan mengundang komentar dari para netijen jaman now.  Karena apabila berbicara tentang ‘agama’, hal tersebut menjadi sangat sensitive di negeri ini.
Terlepas dari berbagai komentar yang menyudutkan atau mendukung, aku akan memilih untuk lebih realistis, berada ditengah, dan beroponi dari sudut pandang kemanusiaan.
Menurutku, adalah hal yang sah-sah saja apabila seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu dalam hidupnya. Its called life’s choice. Termasuk dalam hal memilih agama atau keyakinan apa yang akan dianutnya. Disatu sisi, I feel sorry for her. Hal seperti ini, pasti tidak terjadi secara instant. Sudah melewati banyak proses panjang. Karena mungkin dia sudah melalui banyak sekali kegalauan, serta pertimbangan-pertimbangan yang sulit. So, when a person decides to choose or to do something in his/her life, then it absolutely become the best choice for him/her. At least, for their own self. For their own life.
 I also feel sorry for people whose have give her so much judgement. Come on. Dari sekarang mari berpikir bahwa “agama” seseorang tidak lagi menjadi konsumsi umum. Walaupun dia seorang public figure, orang terkenal, seorang penemu, revolusioner, presiden, gubernur dan lain-lain. He/she is still a mere human, who has the same right with us. There’ll be no limit when we talk about someone’s religion. Jadi lebih baik hal tersebut menjadi urusan pribadinya dengan Tuhannya (re: urusannya dengan penciptanya). Wujud peduli terhadap orang lain tidak selalu melalui pemberian komentar yang negative. Tidak masalah agama apa yang di anut. Saya rasa setiap agama, adalah sama. Semuanya mengajarkan kebaikan. Saya juga bukan seorang “penganut” agama yang baik. Namun sejauh ini, sepengetahuan saya tidak ada agama yang mengajarkan untuk tidak saling mengasihi satu sama lain.
Semoga kejadian seperti ini menjadi pembelajaran buat siapapun.
Pembelajaran supaya lebih berpikir matang, berhati-hati dalam memilih dan membuat keputusan dalam hidup.
Pembelajaran bahwa wujud peduli terhadap seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak sama dengan perspektif kita, tidak selalu dengan memberi penghakiman. Karena apabila sesuatu itu menurut kamu benar, tidak berarti hal tersebut memiliki nilai yang sama juga bagi orang lain.
Pembelajaran bahwa, perbedaan tidak selalu buruk.
.
.
.

Ngomong-ngomong, hujannya lagi berhenti. Beli makan malam dulu ah. 

Komentar

Postingan Populer