Life Choices
Malang
lagi sering hujan nih, jadinya gak bisa kemana-mana. Mau ngelakuin apapun bawaanya
malas. Malas kerja dan malas mikir untuk ngelanjutin proposal penelitian
skripsi. Enggak tau mau ngapain suasananya jadi gabut
terus. Daripada tidur dan asik makan tiada henti, akhirnya aku memutuskan untuk
menulis sesuatu. Sesuatu yang tidak membutuhkan jurnal atau mengerutkan dahi
karena berpikir keras. Minimal hari ini tidak berlalu dengan sia-sia. Maklum, ternyata
jadi mahasiswa basi yang sudah tua itu rasanya agak sedikit tidak menyenangkan.
Jadi disini
aku ingin menuliskan opiniku mengenai sesuatu yang sedang sering
diperbincangkan di sosial media. Mungkin teman-teman semua juga sudah pada tau
dan memiliki opini tersendiri mengenai ‘berita’ ini. Disini aku benar-benar
bersifat sangat netral, tidak berpihak pada siapapun. Tidak mencoba bergabung
untuk kubu tertentu, juga tidak ingin mencari musuh atau berbagai jenis istilah
lainnya. Peace, love and gawlll dong
hehehe
Beberapa waktu
lalu dunia “per-sosial-media-an” sempat gaduh dan sedang gencar-gencarnya
membahas seorang public figure yang
memutuskan untuk merubah penampilan. “si X” ini merubah penampilannya dengan
cara melepas kerudung/hijab yang dia gunakan. Yang mana hal seperti ini bila dilihat
dari sudut pandang agama, menjadi tidak baik, mengingat sebelumnya dia sudah
memutuskan untuk menggunakannya. Berhubung 80% masyarakat Indonesia adalah
manusia biasa yang sangat peka terhadap perubahan dan peduli terhadap sesama,
maka muncullah banyak sekali komentar terhadap tindakan si X tadi. Banyak yang
memberi simpati atau menyayangkan keputusan beliau, tetapi tidak sedikit juga yang mencibir dan
menghujat.
Lelah dengan isi
timeline yang selalu membahas hal itu-itu saja, jadinya akupun ingin
menyuarakan sedikit pendapatku. Tidak penting memang, hanya saja aku ingin
sekali menuliskannya. You can skip it if
you don’t mind.
Sebenarnya hal
seperti ini sudah tidak jarang lagi terjadi, di Indonesia. Mengingat negara ini
memiliki keberagaman baik dari suku, budaya, Bahasa maupun agama, potensi untuk
menjadi terpecah karena perbedaan memang akan sangat mungkin terjadi. Tetapi
tidak menutup kemungkinan juga untuk menjadi lebih kuat dan bersatu dalam keberagaman. 😊
Dalam sebuah
situs berita yang kubaca, alasan dari si X ini untuk melepaskan kerudung/hijab
yang dia gunakan adalah karena keputusannya yang memilih untuk berpindah keyakinan.
I don’t know if it is true or not. But I just read it a few days ago. Aku
rasa ini menjadi cobaan hidup terberat baginya, mengingat dia adalah seorang public
figure, kejadian ini akan mengundang komentar dari para netijen jaman now. Karena apabila berbicara tentang ‘agama’, hal
tersebut menjadi sangat sensitive di negeri ini.
Terlepas dari
berbagai komentar yang menyudutkan atau mendukung, aku akan memilih untuk lebih
realistis, berada ditengah, dan beroponi dari sudut pandang kemanusiaan.
Menurutku,
adalah hal yang sah-sah saja apabila seseorang memutuskan untuk melakukan
sesuatu dalam hidupnya. Its called life’s
choice. Termasuk dalam hal memilih agama atau keyakinan apa yang akan
dianutnya. Disatu sisi, I feel sorry for
her. Hal seperti ini, pasti tidak terjadi secara instant. Sudah melewati banyak proses panjang. Karena mungkin dia
sudah melalui banyak sekali kegalauan, serta pertimbangan-pertimbangan yang sulit.
So, when a person decides to choose or to
do something in his/her life, then it absolutely become the best choice for him/her.
At least, for their own self. For their own life.
I also feel
sorry for people whose have give her so much judgement. Come on. Dari sekarang
mari berpikir bahwa “agama” seseorang tidak lagi menjadi konsumsi umum. Walaupun
dia seorang public figure, orang
terkenal, seorang penemu, revolusioner, presiden,
gubernur dan lain-lain. He/she is still a
mere human, who has the same right with us. There’ll be no limit when we talk about someone’s religion. Jadi
lebih baik hal tersebut menjadi urusan pribadinya dengan Tuhannya (re:
urusannya dengan penciptanya). Wujud
peduli terhadap orang lain tidak selalu melalui pemberian komentar yang negative.
Tidak masalah agama apa yang di anut. Saya rasa setiap agama, adalah sama.
Semuanya mengajarkan kebaikan. Saya juga bukan seorang “penganut” agama yang baik.
Namun sejauh ini, sepengetahuan saya tidak ada agama yang mengajarkan untuk
tidak saling mengasihi satu sama lain.
Semoga
kejadian seperti ini menjadi pembelajaran buat siapapun.
Pembelajaran
supaya lebih berpikir matang, berhati-hati dalam memilih dan membuat keputusan
dalam hidup.
Pembelajaran bahwa
wujud peduli terhadap seseorang yang melakukan sesuatu yang tidak sama dengan
perspektif kita, tidak selalu dengan memberi penghakiman. Karena apabila
sesuatu itu menurut kamu benar, tidak berarti hal tersebut memiliki nilai yang
sama juga bagi orang lain.
Pembelajaran
bahwa, perbedaan tidak selalu buruk.
.
.
.
Ngomong-ngomong, hujannya lagi berhenti.
Beli makan malam dulu ah.
Komentar
Posting Komentar