Tentang Pilihan
Libo, 24 Oktober 2017
Aku pernah berbicara dengan seorang
dosen di salah satu Universitas Swasta di Surabaya perihal bagaimana cara
mengendalikan emosi yang baik (walau sampai sekarang aku masih belum bisa.
bahkan masih sering terbawa egoku sendiri). Beliau mengatakan untuk membuat
perasaan lebih tenang, seringlah ber-refleksi atau mengevaluasi diri sendiri. Untuk
sekedar melihat apa saja hal yang sudah kamu lakukan dalam hidupnya. Dengan
sendirinya, seseorang akan lebih mampu untuk menemukan apa hal yang salah atau
sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Kemudian akan memunculkan pemikiran
yang baru untuk menghindari perasaan cemas, tidak bahagia dan akan lebih
menerima/acceptance.
Akhir akhir ini, aku memutuskan untuk
lebih sering ber-refleksi atau sekedar mengevalusi diriku sendiri. Kembali
kepada hal-hal atau pilihan yang sudah pernah kuputuskan dalam hidupku sebelumnya.
Tidak masalah ini adalah sebuah pilihan besar ataupun kecil. Karena pada
dasarnya, keduanya akan memberi pengaruh dalam hidupku. Aku benar-benar
berusaha untuk mengesampingkan ego dan lebih berfokus kepada "dont take too much time for complaining,
dan berhenti menyalahkan oranglain. Its
your false " I said it to my
self hundred times. Its my life. Not
anyone’s life.
Beberapa waktu lalu aku menemukan
diriku menangis sejadi-jadinya di tengah lahan sawit yang sangat luas milik
salah satu perusahaan kelapa sawit swasta terbesar di Indonesia, blok D16
namanya. Pagi itu sekitar pukul 8.30 pagi. Sinar matahari belum terlalu
menyengat tetapi sudah berhasil mengeluarkan banyak keringat. Memang kota ini terkenal
dengan suhu dan udaranya yang panas. Karena tujuan tugas lapang dan penelitian,
ini sudah menjadi kali ke-4 aku melakukan survei lapangan. Memang sangat
melelahkan dan berat. Terkadang panas menyengat, terkadang hujan gerimis,
kering dan membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk menyelesaikan surveinya. Untuk
menenangkan diriku, aku berusaha untuk berhenti menangis dan mulai berpikir
kenapa aku menangis.
Blok D16 ini tidak terlalu jauh dari
kantor, jadi untuk sampai kesana aku diantar oleh karyawan kantor. Aku didrop di blok D16 bersama dengan
sekumpulan alat-alat yang akan kugunakan untuk aplikasi (alat, beserta
larutan-larutannya). Kemudian aku mendapati alasan yang membuatku menangis
adalah karena aku di drop sendirian. Sendirian. Yang membuatku
sedih adalah karena aku sendirian. Sejauh mata memandang tidak ada orang dan
kendaraan yang lewat. Jalanan kosong seolah tak berujung. Yang terdengar hanya
suara angin, dan suara kakiku menjejak tanah. Biasanya aku akan bersama dengan
2 orang karyawan yang membantuku melakukannya. Tetapi mereka belum tiba di
lokasi. Mungkin masih dalam perjalanan, itu mengapa aku masih sendiri di
lokasi. Berusaha untuk berpikir sepositif mungkin, namun belum juga bisa
meredakan tangisku.
Aku kembali lagi ke beberapa jam
sebelum aku tiba di lokasi. Aku sangat sibuk mempersiapkan alat-alat yang akan
kubawa, dan mengerjakannya seorang diri. Aku berpikir, "mungkin aku bisa sesedih ini karena aku
tidak ditemani atau tidak dibantu orang lain". Kemudian aku kembali
tersadar, inikan penelitianku mengapa aku harus mengharapkan orang lain untuk
membantuku sementara aku bisa menyelesaikannya sendiri? Aku mulai jengkel
kenapa aku menangis seperti anak kecil disini. Aku menyeka air mataku dan mulai
bernafas secara perlahan. Aku mulai menyalahkan diriku sendiri, kenapa aku
harus menangis seolah-olah ada orang lain yang harus dipersalahkan atas
kejadian ini. Ini benar-benar salah, aku bodoh menangis hanya dengan hal
seperti ini. Kemudian aku kembali lagi pada saat aku masih di rumah dan sebelum
berangkat ke kantor. Aku berusaha mengingat hal apa yang kulakukan yang membuat
suasana hatiku tidak baik seperti ini. Aku tersadar bahwa ternyata karena
berangkat terburu-buru, aku menjadi tidak sempat untuk memakan sarapanku. Sementaraa
kondisi kesehatankupun tidak terlalu baik sebenarnya membuatku untuk bekerja di
lapang. Seolah menemukan sungai di tengah padan gurun, akupun berdiri dan
berhenti menangis. Bodoh! Aku kembali terbawa dalam perasaanku sendiri. Akupun
mulai tertawa dan membawa semua alat-alat yang akan kugunakan itu ketempat yang
teduh. Aku yang ceroboh, yang membawa suasana hati buruk dari rumah ke tempat
kerja. Kalau saja aku menyempatkan diri untuk sarapan, mungkin semua tidak akan
menjadi seperti ini.
Dalam hidup kita sering sekali
menuntut dan menyalahkan oranglain akan kemalangan yang kita rasakan. Tidak mau
menyalahkan diri sendiri karena selalu merasa benar, akhirnya kesalahan selalu
menjadi milik orang lain. Kita tidak pernah menyadari hal-hal seperti ini
justru adalah kesalahan yang tidak kita sadari telah kita lakukan sebelumnya. Berpura-pura
tidak menyadari atau tidak ingin tahu, entahlah.
Banyak sekali pilihan dalam hidup,
terkadang kita saja yang salah dalam memilih.
Komentar
Posting Komentar