Tentang Libo.



First day of Internship.


Senja di Pondok 3-4

Sudah akan memasuki minggu ke 3 dari magang. Time flies! Padahal kemaren rasanya baru aja tiba disini. Masih ingat semalaman menangis karena mendapati mess yang benar-benar kosong melompong. Hahah.

Ada banyak hal yang didapat, dan sangat berguna. Banyak hal yang dulunya dianggap biasa saja, sekarang jadi tau dan merasa kalau itu sangat penting. Ada begitu banyak hal yang ingin kuceritakan mengenai Libo.

Mungkin akan kumulai saja dengan orang-orangnya yang sangat baik. Kesan pertama sekali datang, dan menjadi penduduk resmi pondok 3-4 memang agak sedikit merasa aneh. Aneh, karena kalau keluar rumah, duduk depan teras untuk cari sinyal, pergi membeli sesuatu selalu diperhatikan. Memang wajar karena orang baru sebenarnya. 

Tapi semakin kesini, semua kenahean itupun perlahan hilang. Sudah terbiasa. Dan ternyata orang-orangnya juga sangat baik. Menawarkan tumpangan untuk pergi ke kantor (berhubung karena aku dan temanku yang lain tidak memiliki kendaraan), menawarkan tempat untuk mandi apabila persediaan air di rumah kurang (karena air Kebon yang dijatah per rumah tangga), menawarkan makanan dan minuman ketika pulang kantor, memberitahu apa hal yang harus dan tidak untuk dilakukan, agar semua tetap aman. 

Mungkin yang dikatakan oleh bapak Sembiring tetangga depan rumah itu betul, “karena kita semua adalah sama-sama perantau yang bertemu disini”, maka sudah sewajarnya untuk saling peduli dan memperhatikan. Pernah sekali, kami ketinggalan tumpangan untuk ke kantor karena telat bangun. 

Sudah pasrah bahwa hari tersebut kita akan bolos dan akan masuk ketika shift siang saja karena pegawai akan pulang untuk istirahat makan siang. Namun nasib berkata lain, Bapak Gultom yang baik hati bersedia memberi tumpangan sampai ke kantor. Praise the Lord, berkat Tuhan memang selalu datang tepat waktu.
Libo. Hidup sendiri, memenuhi kebutuhan sendiri dari makanan hingga keperluan lainnya. Jadi makin sayang sama orang tua. Yang dulu apa-apa masih bisa minta sama mama. Semua tersedia, bisa makan sepuasnya tanpa harus berpikir besok pagi, atau nanti malam akan makan apa. Sekarang , mau gak mau ya harus bisa. Belanja sendiri, dan masak sendiri.

Ada saja kejadian yang secara tidak sengaja membuat aku paham dengan sendirinya. Jadi lebih pintar mengatur keuangan sendiri. Karena setiap hari di pertemukan dengan orangtua-orangtua yang bekerja tiada henti untuk mencari nafkah keluarga. Jadi tahu kalau mencari uang itu ga gampang. Sekarang jadi berpikir kalau mau mengeluarkan uang itu ya untuk hal yang memang penting aja, makan itu nasinya harus habis! Jangan disisain ya teman-teman :’) Kasihan Ibu dan Bapak mendapatkannya tidak dengan cara yang mudah.
Di Libo, jadi lebih dewasa dan belajar untuk mengendalikan emosi. Bertemu dengan manusia yang lebih banyak dan asal yang beragam juga mengharuskan kita untuk bersikap profesional. Profesional dalam arti masalah rumah, ya masalah rumah saja. Jangan dibawa ke kantor,jadinya kerjaan numpuk dan berimbas pada orang-orang yang ada di kantor. Itu ga baik, gak pernah baik 😊 Noted dong! Nanti kalau udah jadi Karyawan beneran memang harus bisa lebih baik. Memperluas teman sebanyak-banyaknya dan jangan menjadi penghambat bagi siapapun.
Libo.. Kalau pulang sore, sampai batas lembur, matahari masih terang. 



Bagian yang paling kusukai dari Libo ya ini. Mataharinya bersinar lebih lama dan lebih terang. Pulang kerja, disuguhi dengan pemandangan kelapa sawit yang hijau dan matahari yang bersembunyi dibalik daun-daunnya yang rimbun. Epic. 

Libo yang kalau sore mempertontonkan sunset yang menyejukkan, malamnya langitnya penuh bintang.
Libo yang ramah, menampung keberagaman. Menjadi rumah untuk siapapun. Tidak menopang satu golongan saja. Belum pernah ketemu sama orang yang bertanya “agama kamu apa?” disini.
Libo yang orang-orangnya menyimpan banyak sekali pengetahuan. Pengetahuan yang tidak akan pernah berhenti dan akan selalu berjalan untuk keturunan-keturunannya.
Libo yang panas, namun menjadi sumber penghasilan banyak orang. Minyak, atas dan bawah tanah.
Libo yang kering, air yang terbatas.
Libo yang baik, yang memberiku rumah untuk sementara waktu.
Libo yang membuatku menangis di 24 jam pertamanya, namun akan selalu kurindukan.

Libo.

Komentar

Postingan Populer