30 Hari Bercerita - Si Sulung





I have told you before, aku punya 3 abang. Aku adalah anak terakhir dari 4 bersaudara dan perempuan satu-satunya. Kalau orang-orang biasanya pasti bilang kalau aku ini orang yang dimanja banget, dan dijaga banget. Kalau dimanja mungkin tidak, tetapi kalau dijaga.. siapa orang tua yang tidak menjaga anaknya, right? Aku cukup berbeda dari bagaimana bayangan orang mengenai defenisi anak perempuan satu-satunya. Ketika bapak meminta aku untuk sekolah di kampungku, aku memilih untuk merantau. Dari SMA sampai sekarang, aku sudah tingal merantau dan berpisah dari kedua orangtuaku. Meski beberapa pilihan membuatku menyesal, tetapi aku bersyukur terhadap hidup yang kujalani sekarang.

Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda dalam mendidik anaknya. Tapi tak satupun orangtua di dunia ini yang tidak ingin anaknya tumbuh dengan baik dan menjadi orang yang berguna. Begitupun dengan orangtuaku. Keluargaku tidak terbilang kaya, pun tidak terbilang berkekurangan. Sampai tahun 2007 kami masih berpindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. Kami ada dalam taraf cukup terhadap semua hal yang kami butuhkan. Yang membuat kami bisa hidup tidak merasa kekurangan adalah karena ibuku hebat dalam mengatur keuangan di keluargaku.

Sejak kecil kami tidak pernah diberi uang jajan yang banyak. Mengapa demikian, karena bila dibandingkan dengan teman-temanku uang jajanku terbilang biasa aja. SD uang jajan kami sebahagian disponsori oleh Kakekku (Opung Doli). Karena kami cukup dekat dengannya. Ibu dan Bapak sibuk bekerja sehingga masa kecil kami banyak kami lalui bersama Opung Doli. Memasuki SMP, aku selalu dibekali ibuku makan siang, karena memang senin-sabtu ada ekstrakurikuler sampai jam 6 sore. Tahun 2008 Bapak berhasil membeli tanah dan membangun rumah pertama kami sampai sekarang. Aku bersyukur terlahir di keluarga ini meski masih banyak kekurangan, tapi aku yakin kami akan tetap hidup bahagia dalam kekurangan kami dengan penyertaan Tuhan.

Si Sulung.

Anak pertama laki-laki yang menjadi kebanggan semua orang, pada jamannya. Disadari atau tidak, kasih sayang orangtua memang paling besar kepada anak sulung. Ibu ku bilang, dulu abangku yang pertama ini terlahir sangat kurus. Ketika ibu dan bapak belum memiliki pekerjaan yang tetap, tidak ada uang untuk beli susu formula, dan rumah masih kontrak. Ibuku membuka warung kopi sementara bapak masih karyawan PLN. Karena sangat disayang, dia tumbuh menjadi anak yang tidak bisa ditolak kemauannya. Opung Doliku sangat sayang padanya, karena dalam suku batak dia adalah pemberi nama/gelar. Karena cucu laki-laki pertama dari anak yang tertua. Sediki pembangkang, tidak memiliki banyak teman, tampan, pembangkang (aku menyebutnya dua kali) dan ketika sudah besar beberapa kali adu mulut dengan orangtuaku. Masa pubertas yang diisi dengan kenakalan-kenakalan remaja pada umumnya. I guess. Tapi sepertinya semua orang (mungkin) melalui hal yang sama.

Tahun 2009 adalah tahun yang amat berat yang dilalui oleh keluargaku. Semuanya berawal ketika Opung Doli yang sangat kami sayangi meninggal dunia. Sebenarnya kami sudah sangat siap secara batin untuk ditinggalkan. Karena dokterpun sudah memberi diagnosa dan wanti-wanti bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Ada tumor di ususnya yang sangat beresiko untuk dilakukan operasi pengangkatan pada usia diatas 70 tahun. Opung Doli sendiripun tidak mau di operasi, dia memilih untuk menjalani sisa hidupnya seperti biasanya sampai dia meninggal. Dikeadaan kami yang masih sangat berduka, bapak tidak terpilih untuk melanjut ke periode ke 2 menjadi pejabat Legislatif di daerahku. Kemudian si Sulung yang mengalami kecelakaan. Kecelakaan yang cukup besar. Kejadian ini menguras tenaga, dan uang. Aku yakin bapak dan ibu mengeluarkan banyak sekali biaya untuk ini. Biaya pengobatan untuk abang dan biaya pengadilan. Aku yang pada saat itu masih berusia 12 tahun sebenarnya belum paham akan kondisi yang terjadi. Tetapi aku bisa melihatnya dari bapak yang menangis histeris ketika anaknya kecelakaan, yang pada saat ayahnya sendiri meninggal dia tidak menangis. 

Time flies. Setelah lulus kuliah dia tidak langsung mendapatkan pekerjaan. Beberapa kali ditawari pekerjaan oleh ibuku, tidak lama. Kemudian berhenti. Akhirnya mengerjakan proyek pembangunan kecil di daerahku, tidak lama juga. Kemudian berhenti. Tidak ada hal yang benar-benar dikerjakannya dengan sungguh-sungguh, dan bertahan lama. Pada tahun 2017  dia menikah dengan seorang perempuan yang sudah dipacarinya selama 7 tahun. Bapak dan Ibu sangat bahagia, begitu juga dengan opung boruku (nenek).  Aku yakin ini adalah salah satu pesta pernikahan terbesar di daerahku. Undangan yang sangat banyak, dan durasi yang sangat lama. Sampai pukul 23:30. Meski undangannya aku yakin 100% adalah dari relasi bapak dan ibu. Tahun 2018 Desember anak pertamanya lahir. Yang menjadi kecintaan semua orang, termasuk aku.

Sejak saat itu, aku merasa berkat Tuhan terus tercurah di hidupnnya dan semoga sampai sekarang. Ketika dia mengetahui bahwa aku positif Covid-19, sepertinya dia sedih. Dia tidak selalu mengungkapkan perasaanya padaku. Mungkin karena usia kami yang terpaut jauh. Aku memang sering sakit dari kecil, jadi kabar ini cukup membuatnya shock. Jika menurut kalian bahwa anak perempuan satu-satunya dijaga banget, mungkin aku bisa bilang iya.. Because I have 3 musketeers. 

Untuk si Sulung.
Kamu mungkin sudah melewati banyak hal sulit di hidupmu. Maafkan aku yang selalu meragukanmu dalam segala hal. Semoga Tuhan memaafkanku dan melindungimu selalu.

Komentar

Postingan Populer